Friday, July 23, 2010

My Father

Orang yang aku sayangi, setelah nenekku adalah papa. Beliau selalu menjadi sandaranku ketika aku butuh seseorang. Tetapi itu tak lama, ketika aku beranjak dewasa, papaku sudah tak terlalu suka menghadapiku. Mungkin aku terlalu melankolis dan itu sedikit mengesalkan?

Dan aku rasa, sejak itulah aku mulai menjadikan teman sebagai sandaranku. Karena, dengan mamaku, entah kenapa kami selalu berbeda pendapat, dan akhirnya selalu marahan. Dengan kokoku, dia jarang sekali ada di rumah, kadang pergi basket, futsal dsb. Apalagi sejak kokoku punya pacar, satu kata dalam sehari belum tentu ada di antara kami. Aku kadang sedikit iri pada keluarga yang masih ada komunikasi antar anggota keluarganya, walaupun tak antara semuanya, setidaknya dari situ, bisa menceritakan apapun yang dia rasakan. Aku selalu mendambakan satu keluarga yang penuh dengan komunikasi. Kadang aku bingung pada mamaku, ketika aku tak berbicara sama sekali, beliau akan bertanya mengapa aku tak pernah bercerita, ketika aku menceritakan sesuatu, beliau berkata tak ada waktu untuk mendengarkan ocehan yang tak berguna. That's wad i feel about, pengalamanku yng ingin aku ceritakan karena aku ingin membaginya, tapi di keluargaku itu satu hal yang tak perlu diceritakan.

Beberapa hari yang lalu, aku benar-benar hilang sandaran dan aku menangis di bahu papaku, papaku diam beberapa saat kemudian setelah itu beliau bertanya apa yang terjadi padaku, tetapi aku tak pernah mengatakannya. aku hanya butuh sandaran untuk beberapa saat dan itu lebih dari cukup. Dan aku tak tahu, penyakit apa yang sebenarnya ada dalam dirinya. Yang membuatnya tak berhenti cegukan setiap hari, bahkan sepanjang hari. Diabetes, maag akut, apapun itu, aku tak tahu kenapa belum ada dokter yang bisa mengetahui dengan pasti alasannya. Yang aku tahu, papaku bertambah kurus dari yang dulu, dan lebih lemah. Aku inginkan yang terbaik untuknya, tetapi aku seperti seorang anak durhaka yang tak melakukan apapun untuknya.

0 comments: