Sunday, November 27, 2011

The Little Imperfections That Make It Perfect

Aku paling benci dibentak. Atau mungkin bisa aku bilang dimarahi dengan suara dan nada yang keras. Tak akan banyak mengubah diriku. Aku hanya bisa berubah dengan kelembutan dari nada dan tingkah laku.

Entah kenapa, dari dulu hingga saat ini. Aku sering kali berbeda pendapat dengan mamaku. Perbedaan ini sering membuat kami saling beradu argumen yang pada akhirnya menyebabkan satu dari dua hal ini. Aku pergi ke kamar, menangis dan merenung dalam kekecewaan, atau mamaku akan terus berceramah dengan nada khasnya yang tinggi dan keras. Yah itulah mamaku, seorang wanita yang begitu kuat menghadapi banyak hal. Dalam hal-hal tertentu beliau membuatku terkagum-kagum padanya. Walaupun dalam hal-hal lain, pemikiran beliau begitu berbeda dengan pikiranku dan membuatku jengkel dan kecewa karenanya.

Sering aku mengeluh, ketika aku merasa begitu tertekan dengan banyak hal. Sering aku merasa malas berada dirumah, karena pikiranku begitu suntuknya. Aku sayang mamaku. Dulu mungkin beliau ada di urutan ketiga dalam hatiku. Setelah emak dan papaku. Tapi saat ini beliau ada diurutan pertama dihatiku. Tak peduli betapa jengkelnya aku ketika sedang marah pada beliau, betapa tertekannya aku dengan setiap ajaran yang keluar dari bibir beliau. Mama tetap orang yang paling aku sayang. Sedikit demi sedikit, rencana hidup yang selama ini telah aku susun mulai bergeser. Perbedaan yang ada, semakin hari, semakin bisa disamakan. Mungkin karena aku beranjak dewasa dan bisa mulai berpikir seperti beliau. Atau mungkin mama sudah mulai mengerti celah untuk bisa masuk dalam diriku. Ketidaksempurnaan yang ada, kemarahan, kejengkelan, kekecewaan, segalanya membuat hidupku sempurna. Karena aku tau, semua itulah yang membentukku menjadi seperti saat ini.

Friday, November 25, 2011

The Future

Pada saat-saat tertentu, aku benci mengetahui apa yang mungkin akan terjadi di masa depan. Dan aku lebih benci lagi ketika hal itu benar-benar terjadi (jika itu bukanlah yang aku inginkan). Rasanya seperti membaca novel yang sangat mudah ditebak, di mana aku bisa mengetahui akhir yang terjadi.

Sering aku merasa mungkin aku terlalu banyak memikirkan hal yang tidak perlu. Dan merasakan melebihi apa yang seharusnya aku rasakan. Aku bisa sangat bahagia hanya karena satu hal yang sangat kecil. Begitu juga sebaliknya. Aku bisa sangat sedih juga karena satu hal yang sangat sepele. Satu hal lagi yang sedang dalam proses perubahan. Bahwa tak seharusnya suasana hatiku berubah dengan begitu cepatnya karena hal-hal diluar diriku karena itu pasti akan sangat mengganggu.

Bagaimana jika aku begitu yakin akan sesuatu, dengan perasaan yang begitu kuat mengenai satu hal. Tetapi kenyataan yang terlihat pada saat ini menunjukkan kebalikannya? Haruskah aku mengikuti perasaanku? Atau meminta logikaku mengambil alih semuanya dan mengikuti kenyataan yang ada saat ini?

Tuesday, November 22, 2011

To Love and To Be Loved

Pernah suatu ketika seseorang bertanya kepadaku, "Mana yang kamu pilih, mencintai, atau dicintai?" Dan tanpa ragu, aku menjawabnya, "Mencintai ..."

Beberapa orang berkata kepadaku, bahwa wanita tak seharusnya menyukai pria terlebih dahulu. Aku tak benar-benar mengerti alesan di balik itu. Beberapa yang lain berkata bahwa wanita akan lebih bahagia jika hidup bersama orang yang mencintai mereka. Untuk yang satu ini, aku percaya dan telah melihat sendiri kebenarannya.

Tetapi, tetap saja semua itu tak bisa merubah perasaanku. Walaupun aku berusaha sebisa mungkin untuk bertahan, ada saat dimana cinta datang kepadaku dan tanpa aku sadari berkembang di dalamnya. Jika ada lagi, orang yang bertanya kepadaku tentang mana yang akan aku pilih, mencintai atau dicintai, aku akan tetap dengan tegas berkata, mencintai.

Entahlah, akhir-akhir ini aku sering merasa bahwa aku ini benar-benar bodoh. Kepolosan dan keluguan yang aku sadari dapat menyeretku dalam kekecewaan yang dalam setiap kalinya. Bagiku mencintai adalah satu hal yang sangat indah. Aku tak membutuhkan cinta balasan untuk bisa berbahagia, hanya dengan mencintai, memberi, dan membahagiakan orang itu cukup untuk membuatku bahagia setiap harinya. Sedangkan dicintai bagiku adalah kebalikannya. Ada rasa penyesalan karena tak bisa membalas perasaan itu. Ada perasaan sedih karena mungkin aku telah menyakiti orang itu. Dan ada perasaan tertekan, ketika menerima sesuatu tanpa dapat memberikan balasan kembali.

Friday, November 18, 2011

Unconditional Love

Aku termasuk orang yang sangat mudah bosan dengan satu hal yang terjadi berulang-ulang. Aku bisa memastikan dalam waktu berapa lama aku akan bosan pada seseorang. Aku bisa langsung tau apakah aku cocok dengan seseorang hanya dalam satu kali pertemuan. dan karena itulah, selama ini aku tak pernah tau aku bisa menyukai seseorang dalam waktu yang cukup lama. Seharusnya ini bukan tipeku. Menyukai seseorang melebihi batas yang bisa aku beri. Cinta tak berkondisi. Aku rasa sekarang aku tau seperti apa itu. Mencintai benar-benar dengan hati, tak peduli apakah suatu saat dia akan sakit, mungkin wajahnya akan berubah, mungkin kakinya pincang, mungkin ia mengidap suatu penyakit parah, benar-benar tak lagi mengusik dalam pikiran. Hhh, atau mungkin aku memang benar-benar bodoh untuk tidak mempedulikan apapun. Harta kekayaan, aku tak mencari itu. Karena aku tau, itu hal yang bisa didapat dengan usaha. Dan segala sesuatu bisa aku beli dengan uang, kecantikan, popularitas, tapi hati tak pernah bisa dibeli dengan uang. Kecuali hati mereka, orang-orang yang menganggap uang adalah segalanya. Aku tau segala sesuatu butuh uang, dan terlalu munafik mengatakan uang itu tak berguna. Aku tak akan bisa mengisi perutku dengan makanan jika aku tak punya uang. Aku tak bisa mempercantik diriku dengan pakaian dan aksesoris indah tanpa uang. Dan aku tak bisa merawat tubuhku dengan baik tanpa uang. Aku masih bisa berpikir realistis tentang itu. Tapi aku rasa otakku sudah tak bisa lagi berpikir realistis untuk satu perasaan ini. Kadang aku berpikir, suatu saat nanti mungkin aku akan merasakan perasaan yang sama dengan orang yang berbeda. Jadi seharusnya aku tak boleh seperti ini. Tapi ini sungguh satu hal yang sulit. Cinta tak bersyarat itu benar-benar gila! Dan aku tak ingin percaya bahwa ini adalah cinta tak bersyarat. Terlalu tak masuk akal untuk terjadi pada diriku yang belum berusia genap 20 tahun!

Sunday, November 13, 2011

Trust

She's been hurt but she's stronger, lied to and now she's smarter. With heartbreak comes wisdom and now she refuses to settle for less~

Mungkin semua akan berbeda jika aku punya saudara perempuan. Aku selalu membutuhkan seseorang yang bisa aku percaya untuk membagi segala ceritaku. Aku rindu kehadiran saudara perempuan dalam hidupku.

Siapakah yang bisa aku percaya dalam kehidupan ini? Ketika setiap kali aku mempercayai seseorang, aku mengetahui ada banyak kebohongan darinya. Aku tak peduli akan kebohongan itu. Tak ada yang bisa mengubah perasaan sayangku pada seseorang jika aku sudah menyayanginya. Aku terlalu tulus untuk bisa mengubah perasaan yang ada hanya karena tindakan bodoh dan kekurangan yang mereka miliki. Dan terlalu tidak adil mengharapkan seseorang bisa menjadi sempurna seperti yang aku inginkan.

Aku selalu berusaha menjadi yang terbaik untuk seseorang. Mungkin itu alasan mengapa aku begitu sering merasakan kekecewaan. Ketika aku berusaha menjadi yang terbaik (dan pada akhirnya aku memang melakukan yang terbaik) tetapi aku selalu tak mengerti kemana harus berbagi ketika aku merasa sedih.

Bahkan ketika suatu janji hanyalah semua kata yang tertulis dan terucap dari bibir, tanpa ada tindakan seperti yang di janjikan. Aku hanya bisa mengenang dalam ingatanku, dan hidup dari kenangan-kenangan indah. Aku berhenti menyimpan semua memori buruk. Aku takut ketika aku menyimpannya, hatiku akan memudar dan berubah menjadi hitam, tanpa rona. Aku ingin tetap memelihara satu hati yang berwarna merah. Walau mungkin ada banyak retakan disana. Daripada memiliki satu hati utuh dan keras berwarna hitam dan kelam.

Tired being a Romantic Melancholic

Sebenarnya tak semua hal dalam melankolis itu menyedihkan. Melankolis membuat perasaanku lebih peka terhadap lingkungan sekitarku. Melankolis membuatku merasakan kebahagiaan berkali-kali lipat daripada yang seharusnya aku rasa. Walaupun melankolis juga membuatku merasakan kesedihan yang juga begitu menyakitkan.

Aku seorang melankolis. Dan aku seorang romantis. Perpaduan antara keduanya benar-benar membuatku menjadi orang dengan perasaan yang 1000 kali lebih peka. Dan sering membuat logikaku tak mampu mengendalikannya.

Ketika aku bahagia, semua warna menjadi begitu indah. Langit menjadi biru yang begitu nyata dan luar biasa. Ketika aku sedih, mendung datang menerpa, seolah mengetahui keadaan hatiku dan berusaha menyesuaikannya.