Tuesday, July 06, 2010

Best Friend

Aku tak pernah percaya kehadiran seorang sahabat. Bagiku, selalu ada alasan dibalik pertemanan. Entah karena kekayaan, kepopuleran, kepandaian, dan lainnya. Semua itu ada di pikiranku sejak masuk SMA. Setelah dipikir ulang, tak ada yang benar-benar peduli padaku setelah berpisah. Just say good bye and everything is end.

Tapi semua itu berubah juga di SMA, ketika aku menemukan seorang yang bahkan tak pernah kuajak bicara sebelumnya selain bertanya nama. Seseorang yang bahkan tak pernah sekalipun berjalan disampingku sebelumnya, seseorang yang melakukan suatu hal yang biasa, tapi luar biasa buatku. Hanya karena sepatu olah raga. Yang dengan bodohnya kutinggalkan diruang kelas dan baru kusadari bahwa aku meninggalkannya ketika ada di rumah. Aku menelepon teman-temanku yang kos disana, tapi tak ada yang mau membantuku. Aku tak tahu apakah ini yang dinamakan takdir, yang aku tau, waktu itu dia memberikan suatu hal yang luar biasa, yang membuatku ingin bersama dengannya, membuatku ingin menjadi seseorang yang ada untuknya.

Sejak saat itu, aku ingin mendekatinya. Tapi aku tak tahu bagaimana caranya. Yang kulakukan hanya menggodanya karena logatnya yang sangat kental. Yang aku tau dan ingat, hanya itu yang aku lakukan sampai pada akhirnya kami menjadi dekat, aku tak yakin pasti seperti apa awalnya, yang aku ingat, dia sedang berdiskusi dengan seorang teman sampai akhirnya aku menanggapi percakapannya itu. Sungguh diluar dugaan dia menyambut tanggapanku dengan baik dan dari sana kami mulai bersama.

Aku tak percaya sahabat, dan mulai mencoba untuk kembali percaya. Sampai akhirnya terjadi kesalahpahaman, hatiku mulai kembali menggelap setelah memerah kembali sejak kehadiran seorang sahabat dalam hidupku, komunikasi selalu, perhatian membuatku percaya bahwa ada sahabat. Kesalahpahaman kecil yang berdampak besar dalam perubahan di diriku. Tapi itu tak membuatnya bergeming dan pergi, dia justru bertahan menghadapi ku dengan hati yang sedang hampa. Dan itu membuatku sadar bahwa dia benar-benar ingin bersamaku, ketegasannya dalam mengambil keputusan dan tetap bertahan meruntuhkan pertahanan hatiku yang gelap, memasukkan secercah cahaya yang akhirnya menerangi seluruh hatiku.

Aku tak berharap ada perpisahan, tapi masuk kuliah menjadi salah satu yang membuat komunikasi kami berkurang. Kata-katanya, bahwa ia akan menemukan kembali seorang sahabat membuatku sadar, bukan hanya aku yang akan ada, tapi akan ada yang lain. Tetapi akulah yang menemukan teman-teman baruku terlebih dulu. Aku memilih teman baruku dan meninggalkannya di bazar sekolah. Aku tau itu salah dan aku benar-benar tak tau pasti apa yang membuatku melakukan itu. Aku hanya berpikir bahwa teman baruku belum tau tempat-tempat disana, dan teman-teman lamaku sedang ngobrol dengan teman-teman lama mereka. Aku tau aku tak punya teman lama yang akan ngobrol denganku lama-lama selain menyapa dan aku bisa memastikan hal itu. Tapi pemikiran itu keliru. Sekali lagi ada kemarahan dan kekecewaan untuknya. Tapi kami kembali sepert biasa.

Ketika aku ada masalah, dan tak tahu harus bagaimana, entah karena takdir, aku menemukannya ketika keluar dari toilet, sungguh satu hal yang luar biasa, karena aku tak pernah bertemu dengannya di kampus kecuali malam hari ketika menunggu jam macet. Aku keluar dari toilet, menemukannya berjalan menuju toilet, menyapaku, dan yang aku lakukan adalah menangis dipundaknya, tanpa satu kata yang menjelaskan semuanya. Aku tak sanggup lagi menahan air mataku dan dipundaknyalah aku menangis. Dia menemaniku beberapa saat hingga tangisku mereda, kemudian kembali untuk mengikuti kelasnya.

Dan sekarang, sekali lagi aku membuat suatu keonaran, dia menemaniku hingga titik puncak keonaranku. Begitu lelahnya, karena menjadi diriku aku sudah merasa sangat lelah, aku yakin orang disekitarku akan jauh lebih lelah. Melihat kemelananku yang keterlaluan, dimana aku akan jauh lebih senang sendirian, menghabiskan waktuku untuk mendengarkan alunan lagu sendu atau menulis perasaanku, tanpa menghiraukan ada orang disampingku. Itu karena aku tak ingin membuat orang lain repot karenaku, mendengarkan kemelananku yang aku sendiri tak pernah tau kapan akan berakhir. Aku selalu memilih untuk sendiri beberapa waktu. Dan sepertinya terlalu melelahkan, dan dia meninggalkanku, tetapi hanya sejenak dan ia kembali. Sekali lagi ia membuktikan bahwa aku benar-benar ada dipikirannya. Membuktikan bahwa ada orang yang tetap ada seberapa melelahkannya bersamaku.

Terlalu banyak bukti yang dapat membuatku menyangkal semua keraguan hatiku tentangnya. Terlalu sering dia ada di saat-saat terparahku. Terlalu berharga sampai aku tak tahu bagaimana mengungkapkannya.

Aku bahagia bisa berjumpa denganmu, menjadi orang yang mendapat tempat di hati dan pikiranmu.


A best Friend is like a four leaf clover, hard to find and lucky to have ...
When it hurts to look back, and you're scared to look ahead, you can look beside you and your best friend will be there ...

0 comments: