Thursday, October 21, 2010

Emak

Melintasi jalan raya mengendarai sepeda motor. Tak ada yang aneh hari ini. Aku akan pergi ke rumah emakku, papaku sedang singgah di sana dan aku menyusulnya. Pandanganku tiba-tiba tertarik kesebuah tempat, di gang yang sama dengan rumah emakku. Ada yang aneh disitu. Sepertinya ada yang baru saja meninggal. Tembok bagian depannya dilepas. Hingga tampak ruangan yang lapang dengan sebuah dipan di samping agak ke dalam.

Itu sepertinya China totok. Aku tau itu karena waktu akongku meninggal dan disemayamkan di rumah, dinding bagian depan ruang tamu semua dibongkar karena terdiri dari pintu dan jendela kaca semua. Menurut kepercayaan kaca membuat orang yang sudah meninggal silau, jadi perlu di bongkar, sedangkan kaca di bagian dalam ditutup dengan koran.

Pemandangan yang familiar dengan suasana duka. Meja untuk persembahan makan, bau dupa yang di bakar, lilin putih yang menyala di sisi kanan dan kiri. Aku melihat seseorang berbaring di sana, di dipan kayu yang hanya dilapisi dengan selembar kain putih dibagian bawahnya. Wajahnya terlihat, sosok seorang laki-laki tua dengan rambut cepak yang telah memuti karena usia. Heh, tunggu dulu, itu seperti engkongku? Aku melambatkan lajuku dan terus melihat sosok yang sedang berbaring kaku di atas dipan itu. Ia, itu engkongku, batinku. Segera ku gas sepeda motorku dan berhenti di depan rumah emakku.

"Pa, engkong pa!", seruku pada papaku yang sedang duduk dikursi panjang depan rumah. Papaku bingung dan bertanya apa yang sedang ku bicarakan. "Ia pa, engkong, itu lo nde depan situ, ada rumah bukaan lebar." Papaku yang penasaran akhirnya memutuskan untuk pergi dan melihat apa yang kubicarakan. Berboncengan kami berdua pergi melihat rumah tadi.

Aku melangkah ke dalam ruangan, ada kursi putih berjejer di sebelah kiriku. Saat sedang berjalan, aku menoleh ke seorang wanita tua yang sedang duduk sendirian di salah satu kursi itu. "EMAK?!?!?" jeritku ketika melihat sosok wanita tua itu. Wanita itu melihatku dari kursinya, mencoba mengingat siapa aku. Aku tak kuasa menahan air mataku, aku menangis dan segera memeluknya. Ketika akan kupeluk, aku sadar, emakku sudah meninggal, apa aku tak akan bisa memeluknya? Ternyata bisa, beliau seperti manusia biasa, hanya sedikit lebih pucat dan tak punya rona kehidupan. Melihatnya seperti melihat poto berarna hitam putih.

Aku memeluknya, sangat erat, sangat lama. Aku sangat merindukannya. Cukup lama aku memeluknya. Aku menceritakan banyak hal kepadanya. Aku bertanya kenapa ia tak pernah hadir dalam mimpiku sekalipun selama ini, padahal aku benar-benar merindukannya. Beliau hanya diam dan menatap mataku, segala yang ingin dia katakan padaku dapat kubaca dari sinar matanya. Kemudian kami berjalan ke meja persembahan makanan, emakku mengambil beberapa makanan. Sepertinya sudah waktunya beliau untuk pergi kembali ke dunianya, aku mengantarnya ke depan rumah, dan beliau diliputi sinar matahari yang menyilaukan~





Aku terbangun dari tidurku, ya tuhan, aku baru saja bermimpi emakku, aku baru saja bertemu dengannya setelah sekian lama aku ditinggalkan dalam kesendirianku. Aku sangat bahagia, jauh melebihi apapun, bahkan aku ingin menangis karena terlalu bahagia.

Emakku adalah orang yang menduduki tempat tertinggi di hidupku. Orang yang sangat kucintai. Orang yang menjadi motivasiku menjadi anak yang rajin dan pandai. Mungkin itu juga alasannya, kenapa prestasi dan segala hal dalam diriku mulai berkurang sedikit-demi sedikit seiring perginya emakku ke suatu tempat yang tak akan pernah ku ketahui hingga aku berada dalam kondisi yang sama, kematian ...

0 comments: