Wednesday, February 10, 2010

Anjing Kesayangan

"Aku tak pernah menyesal bisa mengenalmu, aku tahu kamu akan meninggalkanku, walaupun terlalu cepat waktu yang ada. Aku bahagia karena bisa punya banyak kenangan denganmu, walaupun tak semua menyenangkan. Aku sayang kamu, sejak dulu, sekarang, dan seterusnya. Kamu tetap punya ruang dihatiku yang tak akan bisa tergantikan~"


Aku punya banyak sekali anjing. Memang bukan anjing bermerek. Hanya sekumpulan anjing kampungan yang hidup bergerombol dengan keluarganya dalam satu rumah denganku. Aku punya belasan anjing, tapi aku paling sayang pada satu di antaranya.

Ia adalah seekor anjing perempuan yang sangat cantik, Ge Ai namanya. Waktu kecil, aku membawanya naik ke kamarku di lantai atas. Lalu aku turun untuk mengambil saudaranya yang lain. Aku ingin bermain dengan mereka. Kutinggalkan Ge Ai dan seorang saudaranya di kamar, dan aku turun mengambil saudaranya yang lain. Ternyata Ge Ai mencariku. Ia terjatuh dari atas hingga lantai bawah, aku kira ia akan mati, ternyata tidak. Ia tumbuh menjadi seorang anjing yang cantik dan pandai. Aku begitu menyayanginya.

Tiap hari, aku selalu memanggil namanya. Waktu memberi makan anjingku, yang kupanggil hanya namanya, "Geeee Aiiiii ..." dan begitu aku memanggil Ge Ai, anjing-anjingku yang lain juga akan langsung berlari bersamanya menghampiriku. Tapi hari ini, aku tak memberinya makan. Aku hanya bertemu dengannya 1 kali, itupun melihatnya dalam keadaan sekarat dan akhirnya meninggal.

Aku bangun siang sekali, jam 8 lebih. Kemudian aku pergi ke rumahku yang dulu untuk bersih-bersih. Belum sempat bertemu dengannya. Siang hari aku pulang untuk mengambil makan, aku tak merasakan suatu yang membuatku merasa tak enak.

Waktu keluar dari pintu dapur, aku melihat Ge Ai. Aku langsung memanggilnya. Biasanya ia akan langsung berdiri dan mengikutiku berjalan. Tapi kali ini ia hanya diam dan tetap pada posisinya. Kuhentikan langkahku dan terus memperhatikannya. Kupanggil lagi namanya, tapi dia tetap diam pada posisi yang sama. Aku panggil papaku. waktu aku kembali, ia ada di dalam, hampir masuk rumah. Ketika ku panggil, ia menoleh dan berjalan sempoyongan seperti orang mabuk berusaha menghampiriku. Aku langsung menangis melihatnya. Segera ku ambil minyak goreng, dan dengan bantuan papaku, aku memasukan minyak itu ke mulutnya.

Satu detik, dua detik, kami (aku dan keluargaku) menunggu dan melihat reaksinya. Papaku memintaku mengambil minyak goreng lagi, dan aku melakukannya, dengan tangis dan sesenggukan. Ku masukkan lagi minyak ke mulutnya. Kemudian papaku meletakkannya ke pinggir. Aku melihatnya, dari jarak setengah meter. Melihati perutnya, memperhatikan napasnya. Kemudian aku berpindah ke depan pandangan matanya. Ku dengar ia merintih kesakitan. Aku begitu sedih, pedih mendengarkan iauan terakhirnya. Aku belai kepalanya, ku panggil namanya. Tapi ia tetap merintih kesakitan. Kemudian papaku memberinya norit, aku memasukkan ke mulutnya. Setelah selesai, napasnya mulai melambat. Aku terus memperhatikan gerak perutnya mengambil napas, semakin lambat hingga akhirnya benar-benar berhenti. Aku menangis histeris. Ini terlalu cepat ... Aku tak pernah menyangka ini adalah hari terakhir bertemu dengannya.

Ia tetap membuka matanya, sampai aku pergi kembali ke rumah ku yang lama, ia tetap membuka matanya. aku begitu sedih, aku menangis sangat histeris. Seolah sebagian jantungku hilang bersamanya. Mungkin tak akan terlalu berat jika Ge Ai tak menungguku, menanti kedatanganku di siang yang terik, berjalan semponyongan menuju dapur untuk bertemu dan melihatku ...

Tapi, aku bahagia ia menungguku. Mencariku sendiri dengan sisa kekuatan yang ia miliki untuk berjalan ke arahku dan mencariku. Aku begitu sedih karena ia yang harus mencariku, bukan aku yang datang ke tempatnya. Aku punya banyak sekali tenaga, lebih dari cukup untuk berlari menghampirinya, tetapi justru ia yang harus menggunakan sisa kehidupannya untuk mencariku.

Tiap pagi begitu bangun dan keluar rumah, satu nama itulah yang akan ku cari dan ku panggil. Siang hari sepulang kuliah, hanya nama itulah yang terlintas untuk ku panggil. Sore hari ketika akan mengunci pagar, satu nama itulah yang kuinginkan untuk menemaniku berjalan. Malam hari, ketika aku bersiap untuk tidur, hanya satu nama itulah yang aku cari ketika aku membuka jendela kamarku, melihat ke teras di samping, mencari, hanya ia, untuk memastikan ia ada di sana, menemaniku dari teras samping kamar. Hanya satu nama, Ge Ai ...

Tapi mulai hari ini, sore hari tadi aku pulang dari rumahku, mencari kehadirannya, dan yang ku temukan hanyalah kekosongan. Malam hari, aku juga hanya menemukan kekosongan, tak ada lagi suara gonggongan yang keluar dari mulutnya, tak ada lagi seringai nakal darinya, tak ada lagi lompatan dan liukan manjanya, tak akan ada lagi gerak bahagia dari ekornya ...

Aku pasti merindukannya ...

" Aku harap kamu bahagia di sana, dimanapun itu, karena aku, walaupun berat, berusaha untuk merelakan kepergianmu ... Pergilah dengan tenang,bawalah semua kenangan bersamamu. Dan aku akan tetap menyimpan kenangan bersamamu dalam ingatanku, selamanya ..."

0 comments: