Tuesday, October 04, 2011

Just Like A Bird In A Nest

Selama ini, aku selalu diam dan bersikap pasif akan hidupku. Aku selalu mengalah dan berusaha untuk menuruti apa yang dikatakan orang tuaku. Walaupun tentu saja sering aku menangis setelahnya. Tak ada banyak perubahan hingga saat ini. Aku tetap melakukan hal yang sama, mengalah. Tapi aku akan tetap mengatakan apa yang aku rasakan, dan dengan patah hati, kesedihan, dan kekecewaan yang cukup dalam, aku akan berkata betapa aku sedih karenanya. Bukan karena aku tak bisa melakukan apa yang aku inginkan, ini lebih karena aku akhirnya harus membatalkan apa yang aku katakan sebelumnya.

Aku tak pernah suka ingkar janji, dan setiap kali aku membatalkan sesuatu yang telah aku setujui karenanya, aku akan cukup marah. Aku benci menjadi orang yang tidak konsisten. Aku orang yang terlalu stabil untuk bisa membatalkan suatu janji tanpa rasa bersalah.

Dan tentu saja disini pada akhirnya seolah-olah aku menyakiti keduanya. Menyakiti orang yang berjanji padaku karena akhirnya membatalkan janji secara sepihak, menyakiti orang tuaku karena aku akan marah dan membatah mereka karena membuatku membatalkan janji secara sepihak. Sering aku berkata, kalau memang aku tak boleh melakukan sesuatu, katakan hal itu diawal. Karena aku tak ingin dikenal sebagai seorang plin plan yang tak pernah membuat keputusan dengan tegas.

Banyak hal yang tak bisa aku ungkapkan. Mungkin karena aku merasa tak ada gunanya mengungkapkan hal itu. Hanya akan memperkeruh keadaan dan terus-terusan dibilang aku orang yang tak bersyukur akan apa yang ada. Tak semuanya benar. Aku bersyukur atas hidupku, walaupun selama ini yang bisa aku ingat kebanyakan adalah kesedihan dan kepaitan. Aku tau bahwa aku bahagia atas hidup yang ada, atas orang-orang yang begitu berharga dalam hidupku. Seperti halnya burung yang selalu tinggal di sarangnya, melihat bahwa dunia begitu indah tanpa benar-benar mengerti bahaya apa yang ada di dalamnya. Begitulah aku menjalani hidupku, jauh dari kehidupan luar yang begitu menakutkan, terkaget-kaget ketika mengetahui sedikit lebih banyak tentang rahasia kehidupan, berdiri diantara keluarga yang begitu ketat yang kolot dan kehidupan luar yang lebih modern. Kadang aku berpikir, aku seperti berdiri diperbatasan dua kota, kaki kanan ku di bagian ajaran lama yang kolot dan kaki kiriku di bagian dunia modern yang terus mengalami perubahan, tak ada tempat yang pasti, tentang siapa aku, dan sekali lagi tak ada yang memberitahuku, seperti apa aku harus menjadi, dan sekali lagi aku harus mencari tau sendiri, dengan kenyataan bahwa aku hidup dalam dua dunia yang benar-benar berbeda.

0 comments: